Sejarah Negeri Tihulale. Setiap Negeri-Negeri adat di Provinsi Maluku memiliki sejarah terbentuknya masing-masing. Seperti halnya Negeri-negeri lainnya, Negeri Tihulale memiliki sejarah dan asal-usul terbentuknya yang kemudian dituturkan dalam beberapa bagian, diawali dengan Hancurnya Kerajaan Nunusaku yang kemudian mengakibatkan Eksodus masing-masing kelompok kapitan, saudara-saudaranya dan para pengikutnya yang kemudian mendirikan Negeri Tihulale.
Sejarah Negeri Tihulale Diawali dengan Kehancuran Kerajaan Nunusaku, Pada waktu itu terdapat satu kelompok besar bersama dengan Sebelas orang Kapitannya, jumlahnya sekitar seribu orang (keluarga dan pengikutnya) meninggalkan Nunusaku. Kelompok ini turun dari Nunusaku menuju keselatan menyusuri lereng bukit dan gunung-gunung. Selama perjalanan kelompok ini tidak luput dari peperangan dengan kelompok lain yang ditemui, karena kelompok lain yang meninggalkan Nunusaku juga ingin mencari tempat yang lebih baik untuk tempat tinggal, menjauhi Nunusaku. Setelah beberapa tempat lereng dan bukit serta hutan rimba yang mereka lalui sampailah mereka di suatu tempat yang namanya Hena Umale (Negeri Lama Huku Sekarang). Setelah beberapa lama mereka tinggal disini, orang-orang Hena Umale tidak senang dengan kehadiran kelompok ini maka diputuskan agar kelompok Salawane diperangi.
Sejarah Negeri Tihulale Diawali dengan Kehancuran Kerajaan Nunusaku, Pada waktu itu terdapat satu kelompok besar bersama dengan Sebelas orang Kapitannya, jumlahnya sekitar seribu orang (keluarga dan pengikutnya) meninggalkan Nunusaku. Kelompok ini turun dari Nunusaku menuju keselatan menyusuri lereng bukit dan gunung-gunung. Selama perjalanan kelompok ini tidak luput dari peperangan dengan kelompok lain yang ditemui, karena kelompok lain yang meninggalkan Nunusaku juga ingin mencari tempat yang lebih baik untuk tempat tinggal, menjauhi Nunusaku. Setelah beberapa tempat lereng dan bukit serta hutan rimba yang mereka lalui sampailah mereka di suatu tempat yang namanya Hena Umale (Negeri Lama Huku Sekarang). Setelah beberapa lama mereka tinggal disini, orang-orang Hena Umale tidak senang dengan kehadiran kelompok ini maka diputuskan agar kelompok Salawane diperangi.
Peperanganpun terjadi, dan karena banyaknya kelompok Salawane ini maka orang-orang Hena Umale tidak dapat menaklukan mereka. Merasa tempat ini tidak aman untuk ditinggali karena perang bisa saja terjadi lagi dan kelompok Salawane harus selalu siaga maka mereka kemudian melanjutkan perjalananya menaklukan gunung Totaniwel hingga akhirnya sampailah mereka di suatu tempat, yang menurut mereka cocok untuk tempat tinggal, karena dari sisi keamanan juga sangat menguntungkan dan diberi Gelar "Upu Ase Upu Rumah Sitanamah" (Salawane) = Penakluk Yang Berani.
Setelah beberapa lama kelompok ini tinggal disini, para Kapitan kemudian merundingkan untuk membentuk suatu pemerintahan karena begitu banyaknya anggota dalam kelompok Salawane ini yang diawali dengan membentuk gabungan Soa Pertama dengan nama Soa Harur. Mereka kemudian memilih seorang yang terbaik, bijaksana, dan pintar di antara Soa Harur untuk diangkat sebagai Upulatu yaitu Coeripati, putra Kapitan Patisalemba. Tempat ini kemudian dinamakan Aman Harur, yang berasal dari dua suku kata dalam bahasa Alune yaitu :
Setelah beberapa lama kelompok ini tinggal disini, para Kapitan kemudian merundingkan untuk membentuk suatu pemerintahan karena begitu banyaknya anggota dalam kelompok Salawane ini yang diawali dengan membentuk gabungan Soa Pertama dengan nama Soa Harur. Mereka kemudian memilih seorang yang terbaik, bijaksana, dan pintar di antara Soa Harur untuk diangkat sebagai Upulatu yaitu Coeripati, putra Kapitan Patisalemba. Tempat ini kemudian dinamakan Aman Harur, yang berasal dari dua suku kata dalam bahasa Alune yaitu :
- “Aman” = Negeri; dan
- “Harur” = Anugerah
Jika diartikan Aman Harur berarti “Negeri Anugerah”, inilah Pergeseran Yang Pertama. di Harur, Pengangkatan Upulatu ini dirayakan dengan mengangkat adat dan ditandai dengan peletakan sebuah Batu Meja besar yang merupakan situs sejarah dan masih ada sampai sekarang ini di petuanan Aman Harur (Sekarang Haruaman) yang dikenal dengan nama Batu Raja / Batu Salawane.
Pengangkatan Upulatu Coeripati menandakan adanya kehidupan baru, namun karena suasana itu masih suasana perang maka negeri Aman Harur ini masih waspada, mereka mewaspadai suatu negeri yang berada di sebelah barat laut, tidak jauh dari Aman Harur yaitu Aman Seith "Negeri Lama Seith". Keputusan raja Coeripati melalui saniri, negeri itu harus diperangi, dan 11 Kapitan Harur bersama pasukannya kemudian diperintahkan memerangi Aman Seith dan dalam waktu singkat Aman Seith mengalami kekalahan. Akibat kekalahan itu maka Aman Seith kemudian keluar dari tanah Harur yang kemudian meninggalkan Pulau Seram menyeberang ke Selatan menuju Leihitu (Jazirah Leihitu) dan membentuk Negeri Seith.
Setelah merasa cukup aman dengan keadaan lingkungan sekitar yang sudah kosong dan peperangan yang sudah usai, Ketujuh Kapitan dari Kesebelas Kapitan Harur meminta izin dari Upulatu untuk membiarkan mereka bersama beberapa pengikutnya meneruskan perjalanan ke arah Timur, Barat dan Selatan. Ketujuh Kapitan Harur itu kemudian pergi. Sehingga Negeri Aman Harur memiliki 4 orang Kapitan yang tersisa yang tinggal di tanah Harur (Daerah Aman Harur) bersama saudara-sadaranya dan pengikutnya masing-masing.
Keempat Kapitan Harur yang tersisa yaitu :
Batu Salawane, Aman Harur (Haruaman), Negeri Tihulale |
Pengangkatan Upulatu Coeripati menandakan adanya kehidupan baru, namun karena suasana itu masih suasana perang maka negeri Aman Harur ini masih waspada, mereka mewaspadai suatu negeri yang berada di sebelah barat laut, tidak jauh dari Aman Harur yaitu Aman Seith "Negeri Lama Seith". Keputusan raja Coeripati melalui saniri, negeri itu harus diperangi, dan 11 Kapitan Harur bersama pasukannya kemudian diperintahkan memerangi Aman Seith dan dalam waktu singkat Aman Seith mengalami kekalahan. Akibat kekalahan itu maka Aman Seith kemudian keluar dari tanah Harur yang kemudian meninggalkan Pulau Seram menyeberang ke Selatan menuju Leihitu (Jazirah Leihitu) dan membentuk Negeri Seith.
Batu Kakehan, Aman Seith, Tihulale |
Setelah merasa cukup aman dengan keadaan lingkungan sekitar yang sudah kosong dan peperangan yang sudah usai, Ketujuh Kapitan dari Kesebelas Kapitan Harur meminta izin dari Upulatu untuk membiarkan mereka bersama beberapa pengikutnya meneruskan perjalanan ke arah Timur, Barat dan Selatan. Ketujuh Kapitan Harur itu kemudian pergi. Sehingga Negeri Aman Harur memiliki 4 orang Kapitan yang tersisa yang tinggal di tanah Harur (Daerah Aman Harur) bersama saudara-sadaranya dan pengikutnya masing-masing.
Keempat Kapitan Harur yang tersisa yaitu :
- Kapitan Patisalemba;
- Kapitan Patinaisuta;
- Kapitan Patiraha; dan
- Kapitan Patihitalesi.
Sedangkan ketujuh Kapitan Harur bersama saudara-saudaranya dan para pengikutnya memutuskan untuk melanjutkan perjalanan kearah timur, barat dan selatan, yaitu :
Yang melanjutkan perjalanan kearah Timur, yaitu :
- Diketahui menuju ke daerah Tehoru (Sekarang Negeri Tehoru), Kapitan Silawane;
Yang melanjutkan perjalanan kearah Barat, yaitu :
- Diketahui menuju ke daerah Alang, Kapitan Halawane
Yang melanjutkan perjalanan kearah Selatan, yaitu :
- Diketahui menuju Negeri Kariuw, Haruku, Kapitan Patiradjawane;
- Diketahui menuju Negeri Tuhaha, Saparua, Kapitan Sahusilawane
- Diketahui menuju Negeri Siri Sori, Saparua, Kapitan Salawane (kemudian berganti nama menjadi Kesaulia) ;
- Diketahui menuju Negeri Tial, Kapitan Salawanebesi;
- Diketahui menuju Nusaniwe (Sekarang Negeri Latuhalat), Kapitan Tihusalawane (yang kemudian berganti nama menjadi Kapitan Tehusalawani, sekarang)
Sebagai tanda keberanian dan tali persaudaraan, Ketujuh Kapitan Harur tersebut tetap mempertahankan gelar Wane (Berani) pada nama mereka. Eksodus itu kini dinyatakan telah selesai, karena ketujuh Kapitan Harur bersama saudara-saudaranya dan para pengikutnya yang melanjutkan perjalanan kearah Timur, Barat dan Selatan telah menempati tempat tinggal baru. Puluhan tahun kemudian negeri Aman Harur mulai membuat Pergeseran Yang Kedua kearah selatan, yang kemudian menganti nama Aman Harur menjadi Tihuraloin. Tihuraloin berasal dari dua suku kata dalam bahasa Alune yaitu :
- “Tihu” = Telaga;dan
- “Raloin” = Dipinggir
Jika diartikan Tihuraloin berarti “Sekitar Atau Dipinggir Telaga”, dan juga masih berada di petuanan tanah Harur dengan Upulatu yang kedua yaitu Upulatu Patiraha (bukan kapitan) dengan keempat orang Kapitannya masing-masing Kapitan Patisalemba, Kapitan Patinaisuta, Kapitan Patiraha, dan Kapitan Patihitalesi. Suatu saat ketika para kapitan mengawasi negeri Harur, dikejauhan mereka melihat sebuah perahu (kole-kole) yang mulai merapat ke pantai. Ketiga orang ini kemudian dan dibawa ke hadapan raja. Kira-kira seperti ini percakapannya jika diterjemahkan dalam bahasa Ambon :
Dengan datangnya Kapitan Tualena (Upu niai upu rumah niniari) = "Tua Di Jalan" maka jumlah Kapitan Harur bertambah satu menjadi lima orang. Kapitan Tualena ditunjuk Upulatu Coeripati menjadi Amanupui dan bersama dengan para Malesi dan Mauwen (Kapitan Besar, P**********I) dalam menjalankan tradisi Kakehan. Untuk mengukuhkan persaudaraan ini sebagai tanda kehadiran Kapitan Tualena di Negeri Aman Harur maka Negeri Amanharur mengangkat adat dan ditandai dengan peletakan Batu Tualena. Bukti ini ada sampai sekarang di tanah Harur, yang sekarang dikenal dengan nama Haruaman.
Batu Tualena, Aman Harur, Tihulale (Kondisi akibat keadaan alam) |
Para Upulatu dan Para Kapitannya di daerah Tiga Batang Air sering berkoordinasi satu sama lainnya, agar jangan ada keributan diantara anak-anak Alifuru karena batas tanah, maka diadakan saniri tiga batang air di Ate, daerah Manuala petuanan Eti (Negeri Eti). Saniri ini dihadiri oleh masing-masing perwakilan dari Negeri. Dari Tala Batai yang hadir mewakili Tihuraloin adalah, Kapitan Pati Salemba Salawane, Pati Hitalesi Salawane, dan kapitan Tualena.
Negeri-Negeri yang hadir mengikuti Saniri Tiga Batang Air dari Talabatai pada waktu itu :
- Negeri Amahai (Ina Ama Lounusa Maatita);
- Negeri Elpaputih (Ina Ama Tahisane Pesihalule);
- Negeri Hualoy (Ina Ama Tuni Siwalete Sarimetene);
- Negeri Huku (Moin Nikwele);
- Negeri Kaibobu (Ina Ama Tahisane Poput Samale);
- Negeri Kairatu (Ina Ama Salibubui);
- Negeri Lohia Tala (Ina Ama Lohie);
- Negeri Makariki (Ina Ama Siwalete Maatita);
- Negeri Soahuku (Ina Ama Riripori Kalapesi);
- Negeri Tihulale (Amalesi Risapori Sariata);
- Negeri Wasia (Ina Ama Mauwen Tinai); dan
- Negeri Watui (Ina Ama Sailewoi);
Keputusan dari Saniri Besar Tiga Batang Air tersebut ada tiga, yaitu :
- Menentukan batas, Pata Siwa dengan Pata Lima yaitu di kali Mala <-> Makina berpulang ke Barat Milik Pata Siwa, berpulang ke timur milik Pata Lima;
- Menentukan Batas Fam atas Tanah, yang didalamnya mengatur tanah Harur sebelah timur Tihuraloin berbatasan dengan Kakerisahalat di Siaputi, sebelah barat berbatasan dengan Kainama di Waitatohur, sebelah Utara berbatasan dengan Hunitetu, dan sebelah Selatan berbatasan dengan Usutatahu;
- Pertemuan ini merupakan yang pertama kali dan yang terakhir kali.
Setelah selesai Saniri Besar Tiga Batang Air, Upulatu yang mememerintah di Tihuraloin masih Upulatu Patiraha (bukan Kapitan). Setelah itu tiba kelompok Sapuri (Upu selai pewaka tanah makah hurui rua) diikuti kelompok Tuapetel (Upu ****************) yang kemudian disambut di Negeri Amanharur. Kemudian tiba kelompok Hursina (Upu matita) diikuti kelompok Sopasina (Upu *******). Atas perintah dari Upulatu Patiraha dengan persetujuan Malesi dan Mauwen kemudian diadakan Saniri Besar untuk mengubah susunan pemerintahan sesuai dengan ciri pemerintahan pada Saniri Tiga Batang Air. Maka dibentuklah tiga Soa antara lain :
Soa Harur, yang terdiri dari mata rumah :
- Salawane (Upu ase upu rumah sitanamah)
- Tualena (Upu niai upu rumah niniari)
Soa Kukur, yang terdiri dari mata rumah :
- Sapuri (Upu selai pewaka tanah makah hurui rua)
- Tuapetel (Upu ****************)
Soa Laha, yang terdiri dari mata rumah :
- Hursina (Upu matita)
- Sopasina (Upu *******)
Setelah 3 Soa terbentuk, pada masa Pemerintahan Upulatu Paltin, tiba kelompok Tuarisa, diikuti Nusawakan, Atapari, Wairata, dan Pariama. Kedatangan ini disambut Negeri Tihuraloin dan Upulatu Paltin kemudian memerintahkan diadakan Saniri Besar untuk membentuk persekutuan Wariwaa, yang berasal dari dua patah kata Bahasa Alune yaitu :
- Wari = Kaka
- Waa = Adik
Wariwaa :
- Salawane dengan Tuarisa
- Tualena dengan Nusawakan
- Sapuri dengan Tuapetel dan Atapari
- Hursina dengan Sopasina
- Wairata dengan Pariama
Puluhan Tahun kemudian setelah Upulatu Paltin digantikan dengan Upulatu Tentapan, kembali diadakan Saniri menuju Pergeseran Yang Ketiga atas perintah dari Upulatu Tentapan, nama Tihuraloin diganti lagi menjadi Tihulale. Tihulale berasal dari dua suku kata dalam bahasa Alune yaitu :
- “Tihu” = Telaga
- “Lale” = Negeri
Yang jika diartikan TIHULALE berati “Negeri Telaga”. Kemudian persekutuan Soa juga diperluas, fam-fam dari Wariwaa digabungkan kedalam Soa. Sehingga dari 3 Soa yang terdiri atas 6 fam itu kini menjadi 3 Soa yang terdiri atas 11 fam :
Soa Harur, yang terdiri dari mata rumah :
- Salawane (Upu ase upu rumah sitanamah)
- Tualena (Upu niai upu rumah niniari)
- Tuarisa (Upu hutui upu rumah sourisa)
- Nusawakan (Upu uwen haubawa)
Soa Kukur, yang terdiri dari mata rumah :
- Sapuri (Upu selai pewaka tanah makah hurui rua)
- Tuapetel (Upu ****************)
- Atapari (Upu selai pewaka sou lalan)
Soa Laha, yang terdiri dari mata rumah :
- Hursina (Upu matita)
- Sopasina (Upu *******)
- Pariama (Upu panai upu rumah lei selah)
- Wairata (Upu selai pewaka suri au)
Lalu ditunjuk perwakilan dari Setiap Soa seperti yang dibuktikan dengan prasati yang ada pada gedung Gereja Beth Eden Tihulale, yaitu :
- Kepala Soa S. Salawane (dari Soa Harur)
- Kepala Soa E. Atapari (dari Soa Kukur)
- Kepala Soa O. Pariama (dari Soa Laha)
Ditangan Upulatu Tentapan inilah semua perangkat negeri diberdayakan dari Soa, Malesi, Marinyo, Kewan, Mauwen, Amanupui, sampai Wariwaa menurut fungsinya masing-masing. Lalu terbentuklah suatu Negeri dengan nama Tihulale yang kita kenal sekarang.
Puluhan tahun Upulatu Tentapan memerintah. Setelah mangkat dia digantikan oleh anaknya, Upulatu Leisoeka, setelah Upulatu Leisoeka memerintah kemudian digantikan adiknya Upulatu Naisamal. Setelah Upulatu Naisamal meninggal digantikan keponakannya Upulatu Welem. Setelah Upulatu Welem meninggal digantikan oleh cucu Lewaraja yaitu Upulatu Samuel. Pemerintahan Upulatu Samuel sudah mengenal Kebudayaan Melayu sehingga yang dipakai tidak lagi Upulatu melainkan dengan sebutan Raja Samuel Salawane.
Setelah itu Raja Samuel Salawane digantikan oleh adiknya Raja Elseus Salawane1. Setelah Raja Elseus Salawane meninggal digantikan oleh anaknya Raja Samuel Salawane bernama Elseus Salawane2. Kemudian Raja Elseus Salawane digantikan oleh Raja Juluis Salawane. Setelah meninggal, Raja Juluis Salawane digantikan oleh Raja Timothius Salawane. Setelah meninggalnya Raja Timothius Salawane, atas rekomendasi dari Keluarga Besar Salawane selaku fam pemegang jabatan raja, pemerintahan sementara diberikan kepada Lucas Wairata kemudian setelah Lucas Wairata mundur, pemerintahan kembali lagi kepada Raja Nicodemus Salawane.
Setelah itu Raja Samuel Salawane digantikan oleh adiknya Raja Elseus Salawane1. Setelah Raja Elseus Salawane meninggal digantikan oleh anaknya Raja Samuel Salawane bernama Elseus Salawane2. Kemudian Raja Elseus Salawane digantikan oleh Raja Juluis Salawane. Setelah meninggal, Raja Juluis Salawane digantikan oleh Raja Timothius Salawane. Setelah meninggalnya Raja Timothius Salawane, atas rekomendasi dari Keluarga Besar Salawane selaku fam pemegang jabatan raja, pemerintahan sementara diberikan kepada Lucas Wairata kemudian setelah Lucas Wairata mundur, pemerintahan kembali lagi kepada Raja Nicodemus Salawane.
Setelah Raja Nicodemus Salawane, Kemudian pemerintahan sementara diangkat Raja Frans Wairata. Setelah pemerintahan Raja Frans Wairata selesai, cukup lama Negeri Tihulale tidak mempunyai raja, lalu atas rekomendasi dari Salawane, diangkat Hein Onisimus Sapuri (Butje Sapuri) sebagai Raja. Setelah memerintah beberapa lama kemudian Hein Onisimus Sapuri digantikan oleh Raja Daniel Sapuri yang juga dengan rekomendasi dari Salawane selaku fam pemegang jabatan raja. Kemudian pemerintahan kembali lagi ke Salawane selaku fam pemegang jabatan raja, Raja Elia Salawane sampai sekarang.
Demikianlah Sejarah Negeri Tihulale yang dituturkan secara turun temurun.
" Apakah dengan mengatakan kebenaran aku telah menjadi musuhmu "
Mengutip perkataan Rasul Paulus
" Sei hale hatu, hatu lisa pei. Sei lesi sou, sou lesi ei "
" Sapa Bale Batu, Batu Gepe Dia. Sapa Langgar Sumpah, Sumpah Bunuh Dia "
Dan mengutip perkataan para Leluhur (Nenek Moyang)
0 Comments
Tulislah komentar yang sopan serta tidak melanggar SARA (Suku, Agama, Ras & Antar Golongan) !